Menjelang senja aku kembali pada rutinitas yang sebenarnya membuang-buang waktu. Aku biasa menyebutnya rebahan, posisi paling nyaman ketika sejak pagi sudah disuguhkan dengan aktivitas dan kalimat-kalimat yang melelahkan.
Walaupun begitu, rebahan selalu memberi banyak pembelajaran. Sambil bercengkerama dengan bantal guling serta selimut hangat, ditemani hujan gerimis yang terdengar di luar jendela. Bayangan-bayangan tentang masa lalu mulai berseliweran. Kata demi kata saling bersautan di dalam kepalaku, peristiwa-peristiwa mulai menusuk kembali hatiku. Bagaimana tidak? Sesuatu yang selama ini kusembunyikan, akhirnya keluar juga. Setelah kebiasaan berganti topeng setiap hari, kini aku kembali terpojokkan oleh kenangan pahit yang harusnya sudah tak kubawa lagi.
Sesuatu yang klise, tentang jatuh cinta dengan sahabat. Membosankan memang, karena banyak sekali yang meributkan. Tapi, apa boleh buat? Yang sekarang sedang kembali menggangguku adalah hal menyebalkan itu.
Ya, dia adalah sahabat baikku 8 tahun yang lalu. Sebelum sesuatu yang bernama perasaan mulai mengganggu kehidupan SMA kami. Perasaan yang kuanggap hanya sewajarnya ternyata berbuah sesuatu yang menyesakkan. Menimbulkan harapan untuk saling berbagi hati dengannya. Mungkin aku akan dibilang terlalu percaya diri atau sekarang biasa disebut baper. Sayangnya, kami telah mengungkapkan perasaan masing-masing. Berbicara dari hati ke hati sampai mulai berani menyakiti hati. Karena tidak ada penyelesaian yang mudah kalau masalah hati, apalagi melibatkan bukan cuma dua hati. Akhirnya kami sepakat saling melupakan rasa untuk menjaga perasaan yang lainnya.
Semenjak itu hubungan kami kembali seperti dulu, saling melengkapi atas nama persahabatan.
Lalu, lambat laun semuanya berubah. Ketika orang lain masuk di antara kami. Seseorang yang over protective yang kami sebut sebagai pacar. Ya, saat itu kami sama-sama menjalin hubungan dengan orang lain. Yang berawal dari taruhan, tentang siapa yang lebih dulu berpacaran. Sayangnya tidak ada yang menang, karena kami sama-sama berusaha untuk dianggap sudah move on duluan. Maksudku, tentang perasaan kami waktu itu. Saat kami menjalin hubungan dengan orang lain, mungkin salah satu dari kami akan mengira sudah tidak ada perasaan seperti dulu lagi, hanya sebatas sahabat dan teman curhat.
Kami sibuk dengan pacar masing-masing, hingga tak ada waktu untuk sering berkomunikasi. Jalan bersama juga sudah tak pernah lagi, hanya kadang saling menyapa saat berpapasan di kantin.
Ok. Kisah cinta anak SMA. Over protective, labil, dan kalau sekarang disebut bucin tingkat epic. Hal itu yang menjadikanku kehilangan sahabat baikku. Tapi aku tak menyalahkannya, karena ini memang kesepakatan kami. Dengan begini, kami tidak lagi saling menyukai di luar status sahabat.
Waktu berjalan sangat tergesa-gesa, banyak yang telah kami lewati dengan jalan masing-masing. Notifikasi darinya sudah tidak terdengar lagi. Mungkin dia nyaman dan bahagia dengan kisahnya sekarang. Lalu, bagaimana denganku? Tentu saja aku juga telah bahagia. Bersama orang yang tak pernah bosan memberikan hatinya padaku. Ini sudah 8 tahun, mana mungkin hatiku seperti dulu? Semua orang pasti berkata tidak. Ya, jawabanku juga sama.
Tapi, semenjak kali terakhir dia hadir di mimpiku, bersamaan dengan keping-keping cerita yang telah lama aku arsipkan. Ternyata, bahkan setelah membuka mata, rasanya masih sama.
Oh tidak. Aku berbohong lagi. Lebih tepatnya, hatiku tak ingin berbohong lagi. Apa yang harus aku lakukan? Semuanya sudah berubah. Aku harus kembali menyadari keadaan. Memantapkan diri untuk menjalani yang sedang di genggam hati, tapi maafkan jika nanti aku berbohong lagi.
"I lie again
Words that I don’t want to say
I lie again
I don’t like you
I have come to not like you
I don’t want to see you anymore"
(Seventeen_Lie Again)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar