Sabtu, 10 Juli 2021

Kotak Surat

Sepucuk surat terkirim sore itu, aku titipkan pada burung camar yang melintas di langit dekat jendelaku. Aku harap suratnya sampai ke kamu, soalnya isinya penuh rindu. Tadinya aku mau titipkan ke tukang pos yang setiap pagi lewat di jalanan depan rumahku, tapi aku malu soalnya tukang posnya kenalan ayahku. Kamu tahu kan aku ini pemalu, sampai aku malu memikirkan wajahmu ketika tik-tok jam berbunyi di meja belajarku. Aku takut ia mengadu pada ibu, karena ibu suka sekali mengejekku. 

Surat itu aku tulis dini hari tadi. Aku tulis semua kata yang mampir di kepalaku ketika merindukanmu, tak ada yang aku lewatkan bahkan satu katapun. Jadi, saat kamu membaca dan kalimatnya terlalu mengada-ngada jangan ditertawakan, karena aku malu. Pukul setengah lima tadi aku sudah sampai pada paragraf kedua, tidak butuh waktu lama untukku menyelesaikan paragraf pertama karena isinya hanya tentang menanyakan kabarmu di kota yang jauh di sana. Yang ini agak susah, karena aku harus menceritakan padamu apa saja yang aku lakukan ketika tanpamu. Aku juga bingung, alasan kenapa aku harus mengabarimu, karena tak ada yang lebih menyenangkan dari pada bersamamu. Bahkan hanya diam dan memandang wajahmu saja aku sudah bahagia.

Ingat ya, nanti kalau kamu sudah menerima suratku jangan di baca dulu. Tunggu instruksi hujan, kalau ia sudah bilang iya maka kamu boleh membacanya. Jadi, kalau langit sudah mendung kamu harus siap-siap. Duduk di kursi favoritmu dan menanti waktu yang tepat untuk membuka suratku. Lalu, kalau sudah dibaca jangan langsung dibalas, karena aku lebih suka menanti balasan surat yang agak lama, biar ketika sampai perasaan yang datang berlipat ganda.

Oh iya, kotak suratmu mungkin akan sedikit berdebu minggu depan, karena mungkin aku kesusahan mengirim surat padamu. Camar yang biasa lewat, kemarin malam di tembak pemburu tak bertanggung jawab, untungnya sekarang mereka sudah di tempat yang tepat. Di dalam jeruji besi bersama penyesalan dan kerinduan pada keluarga. Tapi kamu jangan sedih, aku akan mengirim beberapa surat minggu berikutnya, kali ini aku mau memberanikan diri menitipkan pada tukang pos kenalan ayahku. Tapi rahasia, agar ayah tak bilang ibu dan ibu tak jadi mengajak adik-adikku untuk mengejekku.

Sudah dulu ya, aku ingin cepat-cepat tidur. Agar hari-hari cepat berlalu dan kita segera dihampiri temu. Karena seberapa seringpun suratku memeluk telapak tanganmu, masih belum cukup jika belum kupeluk erat dirimu. Ditemani bayangan kita berdua yang terlihat bahagia, bersamaan dengan terik yang menjadikan langit tak berwarna abu-abu. Dengan perpaduan biru muda dan putih keemasan, aku membayangkaan saat tiba waktunya aku menatap senyummu dengan nyata. Senyata perasaan kita, yang aku harap tak hanya sekedar buaian semata. Karena hanya denganmu, aku berani berharap pelangi bahkan ketika hujan deras di malam hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk Fra, Sekali Lagi

Sudah lama aku berjanji tak akan menulis tentangmu lagi, tapi setiap kali hujan jatuh di awal Oktober, namamu selalu lolos dari ingatanku ya...