Minggu, 02 Mei 2021

Apa kabar?

Sedang gerimis malam ini, lampu-lampu jalan terlihat sendu. Udara malam perlahan memeluk tubuh ini, meninggalkan kekosongan yang begitu menyakitkan. Apa kabar kamu? Laki-laki yang dulu pernah mengorbankan jaket kesayangannya untuk menahan hujan agar tidak berani mengecupku. Laki-laki yang memaki angin, hingga ia tak sempat mencolek sedikitpun tubuh mungilku. Harapanku selalu sama, semoga kamu baik-baik saja. Dari dulu, sampai sekarang. Dari saat di mana kamu menorehkan luka-luka yang tak berbekas namun sakitnya bertahan sampai sekarang, aku masih selalu berharap kamu baik-baik saja. 

Sekarang pukul delapan malam tepat, tidak lebih dan tidak kurang. Aku menatap rintik yang jatuh, yang awalnya pelan hingga kencang dan penuh kegaduhan. Anehnya, aku masih merasa kosong. Entah itu karena aku sedang sendiri, atau karena hatiku telah kamu bawa lari? Sepertinya, alasan kedua lebih tepat, atau dua-duanya memang tepat.

Aku tarik selimut yang sempat aku lemparkan jauh dari kakiku, tadinya belum sedingin sekarang. Aku baca lagi surat-surat darimu, aku baru sadar kalau semuanya hanya berarti di mataku, bukan di matamu. Jadi ini yang membuatmu pergi? Karena memang sejak awal kamu tidak berniat untuk tinggal. Tapi untungnya, kamu masih mau singgah, walau hanya sebentar. 

Aku melirik jam dinding di dekat sudut kamarku, sudah pukul sepuluh ternyata, walau masih kurang setengah menit lagi. Pantas saja, hujan di luar sudah tidak lagi terdengar. Aku terlalu sibuk hanyut dalam kenangan hingga lupa pukul berapa hujannya berhenti. Padahal aku punya janji mengabarkannya pada bintang-bintang yang menanti di balik awan mendung. Tapi, sepertinya bulan sudah menggantikanku, buktinya telah kulihat beberapa kerlip di langit saat ini. Dan sekali lagi wajahmu ikut muncul, kini dengan senyum bahagia di lengkapi lukisan gemintang yang mewakili sinar matamu. Seketika itu, aku jatuh cinta lagi.

Cahaya hangat tiba-tiba mengecup keningku. Sudah pagi ternyata, dan aku ketiduran di dekat jendela yang mungkin dari semalam masih terbuka lebar. Lalu, benakku kembali mengingat pertanyaan itu. Apa kabar kamu? Pertanyaan yang setiap hari kulontarkan walaupun tak sekalipun kamu menjawabnya. Mungkin sekarang itu akan menjadi kebiasaan, menanyakan kabarmu akan menjadi kebiasaan baruku. Dan yang namanya kebiasaan, jika tidak dilakukan akan terasa tidak nyaman. Jadi, biarkan aku selalu menanyakan kabarmu, berapa kalipun tolong ijinkan aku. Karena hanya itu satu-satunya caraku menyembuhkan luka-luka yang pernah kamu berikan. Dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk Fra, Sekali Lagi

Sudah lama aku berjanji tak akan menulis tentangmu lagi, tapi setiap kali hujan jatuh di awal Oktober, namamu selalu lolos dari ingatanku ya...