Pada senja yang terus-terusan mengetuk kaca jendelaku, aku memohon. Menyampaikan padamu agar sebentar saja mengijinkanku menatap matamu. Walau hanya sebatas mimpi singkat ketika aku ketiduran sebelum malam. Sederhana bukan? Bagaimana bisa kamu terlalu pelit untuk mewujudkannya? Apakah hal sederhana itu terlalu mahal Fra? Untuk aku yang memang bukan menjadi arah tujuan pelabuhanmu. Tapi, dalam sebuah perjalanan selalu ada tempat untuk singgah kan? Kenapa tak kamu jadikan aku sesuatu seperti itu? Walau hanya singgah, setidaknya aku bisa melepas lelahmu. Bukan begitu Fra? Tentu saja jawaban yang kamu berikan hanya senyuman. Aku sudah hapal betul pada tingkahmu. Terlalu sulitnya menggapai dirimu, hingga kata-kata bahkan tidak betah ke luar dari mulutmu.
Ketahuilah
Fra, bahkan sampai berkali-kali aku menangis karena merindukanmu. Tak
sedikitpun aku bisa melupakan perasaanku yang dengan tidak sopan telah
kusematkan padamu. Dan tak ada sedikitpun sesal yang datang padaku, karena ia
tahu aku benar-benar mencintaimu begitu terlalu. Bagaimanapun juga kamu adalah
satu-satunya manusia paling berharga dalam hidupku. Mungkin aku terlalu
berlebihan mengatakan hal itu, karena bagimu aku hanya sebatas teman
perjalanan. Yang kapanpun bisa saja kamu tinggalkan tanpa perlu penyesalan. Ya,
aku memang seperti itukan di matamu Fra? Walaupun sikap manis yang kamu berikan
begitu besar padaku, tapi aku tau itu hanya sementara. Karena, sekali lagi aku
memang bukan tujuanmu.
Tapi, bolehkan aku berharap lagi? Bahwa suatu saat nanti kamu akan berbalik arah dan merubah tujuanmu. Pergi ke arahku, menggenggam lagi jemariku, dan melangkah bersama membangun lagi mimpi-mimpi yang dulu sempat kita ukir bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar