Saat ini aku ingin mengingatmu. Mulai pertama aku mengenalmu hingga sekarang ketika aku mulai menanti pesanmu. Aku membuka lembar pertama, hari di mana aku melihatmu sebagai pria dingin yang tidak peduli apapun. Kamu membuatku penasaran waktu itu. Aku hanya memperhatikanmu saat waktu mempertemukan kita.
Dan tanpa kusangka, setelah berjalannya hari. Kita ada di ruang yang sama. Aku duduk diam di depanmu. Aku mendengar tawamu bersama teman-temanmu. Aku seperti merasakan es yang cair kala itu. Sungguh, aku tak pernah menyangka kamu sehangat itu. Lalu aku membuka lembar demi lembar hariku. Tiba lah saat pertama kali kita bertegur sapa. Sangat canggung. Dan itupun ketika kamu bertanya tentang tugas.
Lalu kubuka lagi lembar selanjutnya. Di situ bagian yang sangat ingin selalu kuingat. Karena saat itu kita semakin dekat, dan bahkan bukan hanya tegur sapa, tapi kita saling bercanda. Entah, melihat tawa lepasmu membuatku bahagia.
Dan aku bisa menjadi diriku saat bersamamu. Kita tak lagi berbohong dengan sikap, kita kini teman dekat. Ingat saat kau menggodaku, dan aku seperti bocah menanggapimu. Lalu kita tertawa lepas bersama. Aku tak tau kenapa hariku selalu bahagia. Apakah itu karenamu? Karena kamu selalu menciptakan tawa dalam hariku.
Dan lembar selanjutnya, lembar di mana aku mulai berprasangka. Aku mulai berani berharap. Hingga saat ini aku masih menyadarkan diri, bahwa apa yang kurasakan tidak semestinya ada. Maka haruskah kuakhiri cerita ini?
Dan aku bisa menjadi diriku saat bersamamu. Kita tak lagi berbohong dengan sikap, kita kini teman dekat. Ingat saat kau menggodaku, dan aku seperti bocah menanggapimu. Lalu kita tertawa lepas bersama. Aku tak tau kenapa hariku selalu bahagia. Apakah itu karenamu? Karena kamu selalu menciptakan tawa dalam hariku.
Dan lembar selanjutnya, lembar di mana aku mulai berprasangka. Aku mulai berani berharap. Hingga saat ini aku masih menyadarkan diri, bahwa apa yang kurasakan tidak semestinya ada. Maka haruskah kuakhiri cerita ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar